In Memoriam Mafri Amir: Wartawan, Akademisi, Ormas dan Kantor Wapres

Khusus kerjasama ketiga Koran Kampus, terasa amat dinamis. Mereka berganti-ganti melakukan pelatihan jurnalistik. Pesertanya terdiri dari aktifis mahaiswa tiga kampus tersebut. Hampir sekali 3 bulan di IAIN, IKIP dan Unand diadakan pelatihan Jurnalistik tingkat dasar, menengah dan lanjutan. Instrukturnya kami minta dari Koran Haluan, Singgalang dan Semangat serta koreponden Jakarta seperti Kompas, Tempo dan Merdeka. Di antaranya para wartawan senior yang telah disebut di atas tadi.
Kerja sama koran kampus di tiga Perguruan Tinggi (PT) pada 50-40 tahun lalu itu dimulai dari suasana sebelumnya. Adanya dinamika dunia intelektual, kecendekiawanan dan kebudayaan, kesusastreaan, kesenimanan dan kewartawanan di zaman Gubernur Harun Zain. Berlanjut masa Azwar Anas dan Hasan Durin.
Kampus masa itu menjadi soko guru pemerintah dan masyarakat yang amat kondusif. Mungkin karena pemerintah masih belum mempunyai cukup SDM dan kelembagaan, maka PT dianggap sebagai gudang pemikiran dan konsep. Oleh karena itu kerja sama menjalar ke bidang lain. Sementara PT waktu itu belum mandiri .
Oleh karena itu kerjasama lintas PTN dan PTS dengan dukungan Pemprov, Pemko dan Pemkab, menjadi keniscayaan. Tentu saja pendanaan pun belum sebesar seperti sekarang. Kerjasama antara kampus dengan pemerintah dalam pengabdian masyarakat, riset dan penelitian, kegiatan institusi, minat dan bakat mahasiswa seperti Dewan Mahasiswa, Senat Mahasiswa, Resimen Mahasiswa, Olahraga Mahassiswa dan Seni Mahasiswa bergebyar-uyar. Klub teater, drama, paduan suara dan pertandingan olah raga sangat meriah dan dinamis.
Bahkan di bawah kepemimpinan gubernur-gubernur tadi, mahasiswa seperti dianak emaskan. Sekali 2 bulan ada kumpul-kumpul atau kalau sekarang gathering di gubernuran. Kita diminta oleh para gubernur yang berbeda masa itu memberikan masukan dan perkembangan Sumbar dalam berbagai hal.
Maka wartawan-wartawan yang belum jadi dari kampus waktu itu amat bergairah berdiskusi, bedah buku, berwacana politik. Itu semua menjadi menu utama setiap mahasiswa "kongkow-kongkow".
Di suasana dan aura dinamika intelektual demikianlah, para aktifis kampus berada. Dari IAIN, sahabat MA sangat banyak. Mereka di antaranya Adi Bermasa (nama asli Aditiawarnan Bermawi), Herman L, Alirman Hamzah, Akmal Darwis, Wardas Tanjung, Asfar Tanjung, Salmadanis, Sartoni, Raihul Amar, Hambali, Sutan Zaili Asril, Yulizal Yunus, Nurhayati Zain, Hildawati, Emma Yohanna, Nuraini Ahmad, Ilza Mayuni dan lainnya.
Tentu saja dalam kurun dan generasi berbeda setelah itu ada yang meneruskan. Di antaranya seperti Abdullah Khusairi, Andi al-Faruqi, Abdul Salam, Bakhtiar dan beberapa lagi.
Dari Unand yang segar dalam ingatan saya adalah Hari Susanto, Saiful Bahri, Ivan Aldilla, Khairul Ananda, Budi Putra, Yongki Slmeno, Rusli Sulaiman, Atviarni dan seterusnya. Sementara dari IKIP dengan mentornya Makmur Hendrik, Achyar Sikumbang, Haris Efendi Thahar, John Herry , Wendy HS, dan Muhardi.
MA di Dunia Akademik
Memasuki akhir 80-90-an, MA dan tentu pula yang lain sudah boleh disebut menjadi tokoh di bidangnya masing-masing. Ada yang tetap menggeluti dunia kewartwanan, ada yang menggandengnya dengan profesi lain. Ada yang parallel dengan dunia kepenulisan seperti Hasril Chaniago focus ke penulisan buku biografi (sampai sekarah lebih 30 buku sudah ditulisnya). Khairul Jasmi menulis biografi dan novel. Wannofry Samry dosen di Unand, Haris Efendi Tahar dan Yalvema Miaz, keduanya menjadi Guru Besar di UNP. Salmadanis, Guru Besar IAN IB Padang.
Bila di dunia kewartawan ada kompetensi wartawan muda, madya dan utama maka di dunia akademik dosen, ada kategori Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala dan Profesor. Untuk menjadi Lektor Kepala dan Profesor (Guru Besar) pendidikannya mesti ditambah ke Pascasarjana S-2 dan S.3.
Journalist: Shofwan Karim
Editor: Shofwan Karim
Source: https://www.shofwankarim.id/