Perspektif Islam tentang Gender

Saturday, April 19, 2025 08:26 PM | Kolom Shofwan Karim
Perspektif Islam tentang Gender
Ilustrasi Foto: Silarurrahim Keluarga Idul Fitri 1446 H

A. Penciptaan perempuan.

Di dalam tradisi Islam diyakini empat macam penciptaan manusia : (1) Dari Tanah ( Nabi Adam as)[4]; (2) dari (tulang rusuk) Adam (penciptaan Hawa)[5]; (3) dari seorang Ibu dengan kehamilan tanpa ayah biologis maupun yuridis (Nabi Isa as.)[6]; (4) dari rahim atau kehamilan seorang Ibu dengan benih oleh ayah biologis secara yuridis atau non yuridis ( semua manusia selain tiga tadi)[7].

Berbeda dengan ketiga macam penciptaan yang lain, ayat-ayat tentang penciptaan Hawa tidak menyebutkan secara jelas dan terperinci mekanisme penciptaan Hawa. Dari ketiga ayat yang menyebut penciptaan Hawa disebut bahwa dari padanya (nafswahidah-Adam) Dia (Allah) menciptakan istrinya (zaujaha-Hawa).[8]Dalam ayat ini tidak disebutkan secara eksplisit nama Adam dan Hawa, tetapi diungkapkan dengan katanafs wahidahdanzaujaha. Namun dengan bantuan ayat-ayat lain ( QS, 2:30-31; 3:59; dan 7:27 serta hadist-hadist Nabi, umumnya para mufassir memahami dan meyakini bahwa yang dimaksud dengannafs wahidah danzaujahadalam ayat itu adalah Nabi Adam as, (laki-laki) dan Hawa (perempuan) yang dari keduanyanyalah terjadi perkembangbiakan umat manusa. Kontroversi baru terjadi antara kaum mufassir dan kaum feminisme Muslim adalah pada kalimat berikut :wakhalaqa minha zaujaha.Apakah Hawa diciptakan dari tanah sama dengan penciptaan Adam, atau diciptakan dari (bagian tubuh) Adam itu sendiri. Kata kunci penafsiran yang kontroversial ini terletak pada ungkapanminha(daripadanya) . Apakah ungkapanminhamenunjukkan bahwa untuk Adam diciptakan isteri dari jenis yang sama dengan dirinya, atau diciptakan dari (diri) Adam itu sendiri.

Al-Zamakhsari memahami bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Al-Lusi menyebut tulang rusuk dimaksud adalah yang sebelah kiri berdasarkan hadist Bukhari-Muslim.Begitu pula Said Hawwa mufassir lainnya juga menyetujui argumen bahwa Hawa dijadikan dari tulang rusuk Adam. Yang belakangan ini menambahkan hadis Nabi dari Ibnu Abbas yang mengatakan : "Perempuan diciptakan dari laki-laki, oleh sebab itu kegairahannya ada pada laki-laki, dan diciptakan laki-laki dari tanah (bumi), maka kegairahannya pada bumi, maka jagalah perempuan-perempuanmu( Riwayat Ibn Abi Hisyam. (Lihat, Ilyas,Ibid, h. 66-67) .

Pemikir kontemporer sekaligus tokoh feminisme dan teolog Muslimah Riffat Hasan menolak penafsiran klasik tadi. Riffat mempertanyakan kenapa dipastikan sajanafs wahidahitu Adam danzaujaha itu Hawa, isterinya. Katanafsadalah netral, tidak menunjuk kepada laki-laki atau perempuan. Lalu kata Adam, menurut penelitian Riffat jata itu berasal dari bahasa Ibrani artinya tanah berasal dari kataadamahyang sebagian besar berfungsi sebagai istilah generik untuk manusia. Menurut Riffat, al-Qurn tidak menyatakan Adam manusia pertama dan tidak pula menyatakan Adam laki-laki. Adam adalah kata benda maskulin , hanya secara linguistik bukan jenis kelamin.Adam, kata Riffat merupakan istilah sama denganbasyar,al-insandanal-nasyang menunjukkan arti "manusia" bukan jenis kelamin.

Riffat mempelajari bahwa konsep penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam berasal dari Injil tepatnya Genesis 1: 26-27; Genesis 2:7, 18-24 dan 5: 1-2. Tradisi Injil masuk lewat kepustakaan hadist yang kata Riffat penuh kontroversial. Jadi menurut Riffat, Adam dan Hawa diciptakan secara serempak dan sama substansinya, sama pula caranya. Dengan beberapa variasinya pendapat Riffat sepertinya searah dengan feminis muslim lainnya Amina Wadud Muhsin. Meskipun yang terakhir ini tidak begitu gamblang menolak pemikiran klasik, Amina tidak menekankan kepada penciptaan Hawa. Baginya yang terpenting adalah bahwa Hawa adalah pasangan (zauj) dari Adam. Pasangan, kata Amina, dibuat dari dua bentuk yang saling melengkapi dari realitas tunggal, dengan sejumlah perbedaan sifat, karakteristik dan fungsi, tetapi kedua bagian yang selaras ini pas saling melengkapi sebagai kebutuhan satu keseluruhan. Adam dan Hawa sama pentingnya (Ilyas, Ibid, h 72).

B. Kepemimpinan rumah tangga.

Berdasarkan QS, Al-Nisa', 4:34[9]pemahaman umum[10] di kalangan umat Islam bahwa yang menjadi pemimpin di dalam rumah tangga[11]adalah sang suami. Pemahaman itu coba ditafsir ulang oleh para feminis Muslim kontemporer seperti Asghar Ali Engineer dan Amina Wadud Muhsin. Tentu saja dengan membongkar penafsiran lama yang mereka nilai bias gender. Mereka berpendapat bahwa QS, 4: 34 itu harus difahami secara sosio-teologis karena al-Qurn mencakup ajaran yang kontekstual dan normatif. Penurut Asghar keungulan laki-laki bukan jenis kelamin, tetapi fungsional sebagai pencari nafkah dan membelanjakan hartanya untuk perempuan. Fungsi sosial laki-laki dengan demikian seimbang dengan fungsi sosial perempuan sebagai pelaksana tugas-tugas domestik dalam rumah tangga. Mengapa al-Qurn mengatakan keunggulan laki-laki ada pada pemberian nafkah?. Hal itu kata Asghar karenapertama, kesadaran sosial kala itu sangat rendah dan pekerjaan domestik dianggap kewajiban perempuan.Kedua, laki-laki sendiri menganggap dirinya lebih unggul karena kekuasaan dan kemampuan mereka mencari nafkah dan membelanjakannya untuk perempuan (Asghar, 1994:62) .

C. Kesaksian Perempuan.

Kaum feminis mempertanyakan penafsiran ayat-ayat al-Qurn yang dianggap mengandung bias gender . Di antaranya adalah : (1) tentang kesaksian perempuan dalam hutang piutang di dalam QS al-Baqarah, 2: 282;[12](2) tentang hak waris anak perempuan separoh hak waris anak laki-laki pada QS Al-Nisa', 4 : 11; (3) tentang kebolehan laki-laki berpoligini sampai empat dalam QS al-Nisa, 4: 3; (4) tentang aurat perempuan dan hijab dalam QS al-Nur, 24: 30-31 dan al-Ahzab, 33: 53-59.

Asghar Ali menulis tentang hal-hal tersebut di dalamthe Rights of Women in Islammengenai kesaksian, hak waris, perkawinan. Amina Wadud Muhsin di dalamQurn and Womanmembahas perseraian, poligami, kesaksian dan warisan. Fatima Mernissi dalamWomen and Islam : An Historical and Theological Enquirymengkaji kepemimpinan dan hijab, di antaranya merujuk ke hadist dan al-Qurn sebagai dasar pijakan.

Pages:
1 2 3 4 5 6 7 Next

Journalist: Shofwan Karim
Editor: Anton Hilman
Source: https://eskaelhussein.wordpress.com/2020/10/21/perspektif-islam-tentang-gender/

Share:
link ke situs https://shofwankarim.wordpress.com
Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau
Milad IMM ke 61 pada 14 Maret 1964-2025
Selincam Pengalaman Kepemudaan dan Kepemimpinan di Kanada dan Amerika
link ke situs https://www.shofwankarim.com
Link ke situs https://www.shofwankarim.id/
https://langgam.id/tag/shofwan-karim/
shofwankarim.livejournal.com
kumparancomshofwankarim
Buku Shofwan Karim 2020 dan 2023